Seperti yang terlihat di perkampungan Talang, Pamekasan, Madura akhir Agustus lalu, sejak mentari terbit hingga tenggelam di ufuk timur para petani tembakau bergegas menuju ladang.
Umumnya para petani yang terlahir dari keluarga petani, bersama saudaranya seharusnya mereka bisa tersenyum lebar sambil membayangkan lembaran-lembaran daun tembakaunya berubah menjadi berlembar-lembar rupiah pengisi pundi-pundi.
Kualitas harga daun tembakau yang ditentukan berdasarkan rabaan, remasan, serta ketajaman ciuman para juragan tembakau adalah penentu tersenyum lebarkah atau tatapan nanar para petani.
Meskipun harga tembakau tinggi, sementara harga rokok pun kian menarik, tetapi itu semua belum bisa dinikmati para petani, mereka tetap hidup dalam garis kemiskinan.
Banyaknya lapisan yang harus ditembus hingga hasil panen tembakau masuk ke gudang-gudang pengusaha rokok, serta cara penentuan kualitas tembakau yang benar-benar berdasarkan “rasa”, membuat para petani tetap tak beranjak dari strata sosial terbawah dari rantai tataniaga tanaman ini. Belum lagi jika panen tembakau gagal total, karena hujan yang terus menerus tak mengenal musim.
Balada Petani Tembakau - Potret Kehidupan
0 komentar:
Posting Komentar
Semua komentar dimoderasi. Maaf jika komentar tidak ditampilkan atau dibalas.